Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra rha. Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, "apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis". Fathimah rha. berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis". Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anandanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, "ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta 'aliy (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah". Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya
Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, "berhentilah berputar dengan izin Allah SWT", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah SAW, demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan".
Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam sorga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.
Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, "jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang. Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.
Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do'akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT?. Ya Fathimah, apabil seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.
Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah. Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), "teruskanlah 'amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang". Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah SWT akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga seta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat".
Rabu, Oktober 29, 2008
Fathimah az-zahra rha dan Gilingan Gandum
Senin, Juli 21, 2008
Ummu Fadhl (Istri al-'Abbas Paman Nabi)

Nama beliau adalah Lubabah binti al-Haris bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah al-Kubra, ia dikenal dengan kuniyahnya (Ummu Fadhl) dan juga dengan namanya mereka kenal. Ibu dari Lubabah r.ha adalah Khaulah binti `Auf al-Qurasyiyah. Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah SAW. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma` dan Salma.
Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin r.ha saudara kandung dari Ummu Fadhl. Sedangkan Asma` dan Salma adalah kedua saudari dari jalan ayahnya sebab keduanya adalah putri dari `Umais.
Ummu Fadhl r.ha adalah istri dari Abbas, paman Rasulullah SAW., dan ibu dari enam orang yang mulia, pandai dan belum ada seorang wanitapun yang melahirkan laki-laki semisal mereka. Mereka adalah Fadhl, Abdullah al-Faqih, Ubaidullah al-Faqih, Ma`bad, Qatsam dan Abdurrahman. Tentang Ummu Fadhl ini Abdullah bin Yazid berkata,
Tiada seorangpun yang melahirkan orang-orang yang terkemuka
Yang aku lihat sebagaimana enam putra Ummu Fadhl
Putra dari dua orang tua yang mulia
Pamannya Nabiyul Musthafa yang mulia
Penutup para Rasul dan sebaik-baik rasul
Ummu Fadhl r.ha masuk Islam sebelum hijrah, beliau adalah wanita pertama yang masuk Islam setelah Khadijah (Ummul Mukminin r.ha) sebagaimana yang dituturkan oleh putra beliau Abdullah bin Abbas, "Aku dan Ibuku adalah termasuk orang-orang yang tertindas dari wanita dan anak-anak."
Ummu Fadhl termasuk wanita yang berkedudukan tinggi dan mulia di kalangan para wanita. Rasulullah SAW., terkadang mengunjungi beliau dan terkadang tidur siang di rumahnya.
Ummu Fadhl adalah seorang wanita yang pemberani dan beriman, yang memerangi Abu Lahab si musuh Allah dan membunuhnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ikrimah berkata, "Abu Rafi` budak Rasulullah saw berkata, ‘Aku pernah menjadi budak Abbas, ketika Islam datang maka Abbas masuk Islam disusul oleh Ummu Fadhl, namun Abbas masih disegani terhadap kaumnya.
Abu Lahab tidak dapat menyertai perang Badar dan mewakilkannya kepada Ash bin Hisyam bin Mughirah, begitulah kebiasaan mereka manakala tidak mengikuti suatu peperangan maka ia mewakilkan kepada orang lain.
Tatkala datang kabar tentang musibah yang menimpa orang-orang Quraisy pada perang Badar yang mana Allah telah menghinakan dan merendahkan Abu Lahab, maka sebaliknya kami merasakan adanya kekuatan dan `izzah pada diri kami. Aku adalah seorang laki-laki yang lemah, aku bekerja membuat gelas yang aku pahat di bebatuan sekitar zam-zam, demi Allah suatu ketika aku duduk sedangkan di dekatku ada Ummu fadhl yang sedang duduk, sebelumnya kami berjalan, namun tidak ada kebaikan yang sampai kepada kami, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dengan berlari kemudian duduk, tatkala dia duduk tiba-tiba orang-orang berkata, "Ini dia Abu Sufyan bin Harits telah datang dari Badar. Abu Lahab berkata, "Datanglah kemari sungguh aku menanti beritamu.
Kemudian duduklah Abu Jahal dan orang-orang berdiri mengerumuni sekitarnya. Berkatalah Abu Lahab, "Wahai putra saudaraku beritakanlah bagaimana keadaan manusia (dalam perang Badar).?" Abu Sufyan berkata, "Demi Allah tatkala kami menjumpai mereka, tiba-tiba mereka tidak henti-hentinya menyerang pasukan kami, mereka memerangi kami sesuka mereka dan mereka menawan kami sesuka hati mereka. Demi Allah sekalipun demikian tatkala aku menghimpun pasukan, kami melihat ada sekelompok laki-laki yang berkuda hitam putih berada di tengah-tengah manusia, demi Allah mereka tidak menginjakkan kakinya di tanah.”
Abu Rafi` berkata, "Aku mengangkat batu yang berada di tanganku, kemudian berkata, ‘Demi Allah itu adalah malaikat. Tiba-tiba Abu Lahab mengepalkan tangannya dan memukul aku dengan pukulan yang keras, maka aku telah membuatnya marah, kemudian dia menarikku dan membantingku ke tanah, selanjutnya dia dudukkan aku dan memukuliku sedangkan aku adalah laki-laki yang lemah. Tiba-tiba berdirilah Ummu Fadhl mengambil sebuah tiang dari batu kemudian beliau pukulkan dengan keras mengenai kepala Abu Lahab sehingga melukainya dengan parah. Ummu Fadhl berkata, ‘Saya telah melemahkannya sehingga jatuhlah kredibilitasnya.
Kemudian bangunlah Abu Lahab dalam keadaan terhina, Demi Allah ia tidak hidup setelah itu melainkan hanya tujuh malam hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit bisul yang menyebabkan kematiannya.”
Begitulah perlakuan seorang wanita mukminah yang pemberani terhadap musuh Allah sehingga menjadi gugurlah kesombongannya dan merosotlah kehormatannya karena ternoda. Alangkah bangganya sejarah Islam yang telah mencatat Ummu Fadhl r.ha sebagai teladan bagi para wanita yang dibina oleh Islam.
Ibnu Sa`d menyebutkan di dalam ath-Thabaqat al-Kubra bahwa Ummu Fadhl suatu hari bermimpi dengan suatu mimpi yang menakjubkan, sehingga ia bersegera untuk mengadukannya kepada Rasulullah SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah saya bermimpi seolah-olah sebagian dari anggota tubuhmu berada di rumahku." Rasulullah SAW., bersabda:
"Mimpimu bagus, kelak Fatimah melahirkan seorang anak laki-laki yang nanti akan engkau susui dengan susu yang engkau berikan buat anakmu (Qatsam).”
Ummu Fadhl keluar dengan membawa kegembiraan karena berita tersebut, dan tidak berselang lama Fatimah melahirkan Hasan bin Ali RA., yang kemudian diasuh oleh Ummu Fadhl.
Ummu fadhl berkata, "Suata ketika aku mendatangi Rasulullah SAW., dengan membawa bayi tersebut maka Rasulullah SAW., segera menggendong dan mencium bayi tersebut, namun tiba-tiba bayi tersebut mengencingi Rasulullah SAW., lalu beliau bersabda, "Wahai Ummu Fadhl peganglah anak ini karena dia telah mengencingiku."
Ummu Fadhl berkata, "Maka aku ambil bayi tersebut dan aku cubit sehingga dia menangis, aku berkata, "Engkau telah menyusahkan Rasulullah karena engkau telah mengencinginya." Tatkala melihat bayi tersebut menangis Rasulullah SAW., bersabda, "Wahai Ummu Fadhl justru engkau yang menyusahkanku karena telah membuat anakku menangis." Kemudian Rasulullah SAW., meminta air lalu beliau percikkan ke tempat yang terkena air kencing kemudian bersabda,
"Jika bayi laki-laki maka percikilah dengan air, akan tetapi apabila bayi wanita maka cucilah.”
Di dalam riwayat lain, Ummu Fadhl berkata, "Lepaslah sarung anda dan pakailah baju yang lain agar aku dapat mencucinya." Namun nabi bersabda,
"Yang dicuci hanyalah air kencing bayi wanita dan cukuplah diperciki dengan air apabila terkena air kencing bayi laki-laki.”
Di antara peristiwa yang mengesankan Lubabah binti al-Haris r.ha adalah tatkala banyak orang bertanya kepada beliau ketika hari Arafah apakah Rasulullah SAW., shaum ataukah tidak.? Maka dengan kebijakannya, beliau menghilangkan problem yang menimpa kaum muslimin dengan cara beliau memanggil salah seorang anaknya kemudian menyuruhnya untuk mengirimkan segelas susu kepada Rasulullah SAW., tatkala beliau berada di Arafah, kemudian tatkala dia menemukan Rasulullah SAW., dengan dilihat oleh semua orang beliau menerima segelas susu tersebut kemudian meminumnya.
Di sisi yang lain Ummu Fadhl r.ha mempelajari Hadits asy-Syarif dari Rasulullah SAW., dan beliau meriwayatkan sebanyak tiga puluh hadits. Adapun yang meriwayatkan dari beliau adalah sang putra beliau Abdulllah bin Abbas RA., Tamam yakni budaknya, Anas bin Malik dan yang lain-lain.
Kemudian wafatlah Ummu Fadhl r.ha pada masa khalifah Ustman bin Affan r.a setelah meninggalkan kepada kita contoh yang baik yang patut ditiru sebagai ibu yang shalihah yang melahirkan tokoh semisal Abdullah bin Abbas, kyai umat ini dan Turjumanul Qur`an (yang ahli dalam hal tafsir al-Qur`an), Begitu pula telah memberikan contoh terbaik bagi kita dalam hal kepahlawanan yang memancar dari akidah yang benar yang muncul darinya keberanian yang mampu menjatuhkan musuh Allah yang paling keras permusuhannya.
(Sumber: Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly, et.ali., h.228-233, penerbit at-Tibyan)
ALSOFWAH.OR.ID
Kamis, Juli 17, 2008
AL-GHUMAISHA’ BINTI MILHAN UMMU SULAIM RADHIYALLAHU ‘ANHA
Kita berbicara tentang kaum wanita yang patut diteladani, dan kita tidak bisa melupakan seorang wanita yang mencapai derajat kemauan tertinggi dan mendapatkan kabar gembira (bahwa dia akan masuk) Surga, sedangkan dia berjalan di permukaan bumi. Dari wanita inilah kita belajar kemuliaan, kesabaran, dan memberi sumbangsih di jalan agama ini.
Ia adalah al-Ghumaisha' binti Milhan Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha, yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentangnya:
“Aku memasuki Surga lalu aku mendangar suara, maka aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka berkata, ‘Ini adalah al-Ghumaisha’ binti Milhan, Ummu Anas bin Malik.’” [1]
Bagaimana kisah Shahabiyah yang mulia ini?
Pertama : Mari Kita Dengar Kisah Pernikahannya.
An-Nasa-i meriwayatkan dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Abu Thalhah (datang) melamar, lalu Ummu Sulaim berkata, ‘Demi Allah, orang semisalmu, wahai Abu Thalhah, tidak akan ditolak. Tetapi engkau adalah pria kafir sedangkan aku wanita muslimah, dan tidak halal bagiku menikahimu. Jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku dan aku tidak meminta kepadamu selainnya. Kemudian dia masuk Islam, lalu hal itu menjadi maharnya.’ Tsabit berkata, ‘Aku tidak mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dibanding Ummu Sulaim, (maharnya) yaitu Islam.’” [2]
Kedua : Kesabarannya.
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang anak dari Abu Thalhah sakit. Ketika Abu Thalhah keluar, anak itu meninggal. Ketika Abu Thalhah kembali, dia bertanya, “Bagaimana anakku?” Ummu Sulaim menjawab, “Ia dalam kondisi sangat tenang,” seraya menghidangkan makan malam kepadannya, dan dia pun makan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ummu Sulaim berkata, “Jangan beritahukan kepada Abu Thalhah tentang kematian anaknya.” Kemudian ia melakukan tugasnya sebagai isteri kepada suaminya, lalu suaminya berhubungan intim dengannya. Ketika akhir malam, ia berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu bila keluarga si fulan meminjam suatu pinjaman, lalu memanfaatkannya, kemudian ketika pinjaman itu diminta, mereka tidak suka?” Ia menjawab, “Mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu, fulan, adalah pinjaman dari Allah dan Dia telah mengambilnya.” Abu Thalhah beristirja’ (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaaa ilaih raaji’uun) dan memuji Allah seraya mengatakan, “Demi Allah, aku tidak membiarkanmu mengalahkanku dalam kesabaran.” Pada pagi harinya, dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihatnya, beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua di malam hari kalian.” Keberkahan itu, sejak malam itu, mencakup ‘Abdullah bin Abi Thalhah, dan tidak ada pada kaum Anshar seorang pemuda yang lebih baik darinya. Dari ‘Abdullah tersebut lahirlah banyak anak, dan ‘Abdullah tidak meninggal sehingga dia dikaruniai sepuluh anak yang semuanya hafal al-Qur-an, dan dia wajat di jalan Allah. [3]
Ketiga : Jihadnya Di Jalan Allah.
Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa pada perang Hunain, Ummu Sulaim membawa pisau kecil. Senjata itu bersamanya. Ketika Abu Thalhah melihatnya, maka dia mengatakan, “Wahai Rasulullah! Ini adalah Ummu Sulaim, ia membawa pisau kecil.” Mengetahui hal itu, beliau bertanya, “Untuk apa pisau kecil ini?” Ia menjawab, “Aku membawanya; jika seorang dari kaum musyrik mendekat kepadaku, maka aku robek perutnya dengannya.” Mendengar hal itu beliau tertawa. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, akan kubunuh orang-orang yang masuk Islam setelah kita dari kalangan thulaqa' [4] yang melarikan diri darimu!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Ummu Sulaim, Allah telah mencukupi dan berbuat baik.” [5]
Keempat : Kemuliaannya Di Rumahnya.
Kita masih membicarakan Shahabiyah mulia ini, dan kita akan mendengarkan tentang kemuliaannya di rumahnya dan pengetahuannya bahwa Allah Azza wa Jalla akan memberi ganti kepada orang-orang yang berinfak. [6]
Dalam Shahiih al-Bukhari dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Aku telah mendengar suara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan lemah yang aku ketahui beliau sedang lapar; apakah engkau mempunyai sesuatu?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu ia mengeluarkan sejumlah roti yang terbuat dari gandum, kemudian mengeluarkan kerudungnya lalu membungkus roti tersebut dengan sebagiannya. Kemudian ia melilitkannya di bawah tanganku, lalu mengutusku kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun pergi dan menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid bersama sejumlah orang. Ketika aku berada di hadapan mereka, beliau bertanya kepadaku, “Apakah Abu Thalhah mengutusmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Dengan membawa makanan?” Aku menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang-orang yang bersamanya, “Berdirilah!” Beliau beranjak dan aku pun beranjak dari hadapan mereka hingga aku sampai kepada Abu Thalhah, lalu aku mengabarkan kepadanya. Abu Thalhah berkata, “Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang bersama sejumlah orang, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu untuk menjamu mereka.” Ia menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Abu Thalhah pergi hingga bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. datang dan Abu Thalhah menyertainya, lalu beliau berkata, “Kemarilah wahai Ummu Sulaim, apa yang engkau miliki?” Maka ia membawa roti tersebut. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. memerintahkan untuk membukanya, dan Ummu Sulaim membuat kuah untuk menguahinya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. mengatakan pada makanan itu apa yang hendak dikatakannya, kemudian beliau bersabda, “Izinkanlah untuk sepuluh orang orang!” Maka makanan itu mengizinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang, lalu mereka keluar. Kemudian beliau bersabda, “Izinkanlah untuk sepuluh orang!” Maka ia mengizinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang. Lalu beliau bersabda, “Izinkahlah untuk sepuluh orang!” Maka ia menginzinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang, kemudian mereka keluar. Selanjutnya beliau mengatakan, “Izinkan untuk sepuluh orang!” Kemudian mereka semua makan hingga kenyang. Mereka semua berjumlah 70 atau 80 orang. [7]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Kamis, Maret 27, 2008
UMMU 'UQAIL Seorang Wanita yang Mengajarkan Kaum Pria untuk Bersabar
Inilah seorang wanita yang mengajarkan kepada kaum pria untuk bersabar, terutama terhadap kaum wanita, dan mengajarkan kepada mereka supaya ridha dengan ketentuan Allah. Kita memohon kepada Allah, semoga para wanita kita belajar bersabar ketika mengalami musibah yang menyedihkan, agar melahirkan untuk kita tokoh-tokoh seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Malik, Ahmad dan asy-Syafi’i.
Abul Faraj Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa al-Ashma’i berkata, “Aku dan kawanku keluar menuju dusun, lalu kami tersesat jalan. Tiba-tiba kami menjumpai gubuk di kanan jalan, lalu kami menuju ke sana dan mengucapkan salam. Ternyata seorang wanita menjawab salam kami seraya bertanya, ‘Siapa kalian?’ Kami menjawab, ‘Kaum yang tersesat jalan. Kami datang kepada kalian untuk mengunjungi kalian.’ Ia mengatakan, ‘Wahai kaum, palingkan wajah kalian dariku hingga aku menyelesaikan apa yang menjadi hak kalian.’ Kami pun melakukannya, lalu ia melemparkan kepada kami alas tidur seraya mengatakan, ‘Duduklah di situ hingga puteraku datang.’ Kemudian dia melihat-lihat kedatangan puteranya hingga dia bisa melihatnya seraya mengatakan, ‘Aku memohon kepada Allah keberkahan orang yang datang. Unta itu adalah unta puteraku, sedangkan yang menungganginya bukan puteraku.’
Ketika penunggang unta itu telah berdiri di hadapannya, ia mengatakan, ‘Wahai Ummu ‘Uqail, semoga Allah membesarkan pahalamu karena ‘Uqail.’ Dia bertanya, ‘Apakah puteraku wafat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Dia bertanya, ‘Apa penyebab kematiannya?’ Ia menjawab, ‘Unta berdesak-desakan padanya lalu ia terlempar ke sumur.’ Dia mengatakan, ‘Turunlah, lalu penuhi hak bertamu kaum ini.’ Dia menyerahkan seekor domba kepadanya, lalu ia menyembelih dan mengolahnya serta menghidangkan makanan kepada kami. Kemudian kami makan dan kami kagum dengan kesabarannya. Ketika kami selesai, dia keluar kepada kami dalam keaadan tertutup hijab seraya mengatakan, ‘Wahai kaum, apakah di antara kalian ada yang dapat membaca al-Qur-an dengan baik?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia mengatakan, ‘Bacakan kepadaku dari Kitabullah ayat-ayat yang aku menjadi terhibur dengannya.’ Aku mengatakan, ‘Allah Azza wa Jalla berfirman:
".. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-Baqarah: 155-157]
Ia bertanya, ‘Apakah ayat-ayat ini dalam Kitabullah demikian?’ Aku menjawab, ‘Ayat-ayat ini dalam Kitabullah demikian.’ Dia mengatakan, ‘Assalaamu ‘alaikum. Kemudian dia meluruskan kedua telapak kakinya dan shalat dua rakaat, kemudian mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Di sisi Allah mendapatkan ‘Uqail.’ Ia mengatakan demikian tiga kali. Ya Allah, aku melakukan apa yang Engkau perintahkan kepadaku, maka berikan kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku.’” [1]
UMMU UMARAH SEORANG SHAHABIYAH MUJAHIDAH
Inilah Ummu ‘Umarah, seorang mujahidah yang membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan hidupnya. Membelanya karena agama, membelanya dan cemas terhadapnya adalah lebih penting baginya daripada dirinya sendiri. Di manakah kaum wanita sekarang jika di bandingkan dengan wanita-wanita yang membeli akhirat dengan dunia? Kemauan wanita pada zaman sekarang ini adalah membeli segala keinginan dan menikmati kehidupan dunia berikut berbagai kelezatannya. Sementara dia tidak menghiraukan perkara agama, bahkan di dalam rumahnya, bersama anak-anaknya. Ya Allah, selamatkanlah… selamatkanlah.
Inilah Ummu ‘Umarah Nasibah binti Ka’ab bin ‘Auf, seorang Shahabiyah mujahidah. Ia keluar di tengah pasukan kaum muslimin dalam perang Uhud dan mendapatkan ujian yang baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentangnya: “Sungguh kedudukan Nasibah binti Ka’ab pada hari ini lebih baik dibanding kedudukan fulan dan fulan.” [2]
Ia sebagai bintang perang umat Islam. Kemudian ia memalingkan wajahnya dari mereka, ternyata pedang-padang kaum musyrikin menimpa mereka, memenggal leher-leher mereka dan menikam punggung-punggung mereka. Maka mereka bercerai berai dan mundur ke belakang. Dia pun pergi ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mencabut panah dan memukul dengan pedang. Sedangkan di sekitarnya ada para tokoh seperti ‘Ali, Abu Bakar, ‘Umar, Sa’ad, Thalhah, az-Zubair, al-'Abbas, kedua puteranya dan suaminya. Ia tidak ingin bahaya mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi bentengnya. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri melainkan aku melihatnya berperang untuk membelaku.” [3]
Dari 'Umarah bin Ghazyah, ia mengatakan: “Ummu 'Umarah menuturkan, ‘Aku melihat orang-orang pergi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak tersisa kecuali sekelompok orang yang kurang dari sepuluh orang. Aku, anakku dan suamiku berada di depan Rasulullah untuk melindungi beliau. Sementara orang-orang melewati beliau untuk melarikan diri, dan beliau melihatku tidak memakai perisai. Ketika beliau melihat orang yang melarikan diri sambil membawa perisai, maka beliau mengatakan, ‘Lemparkan perisaimu untuk dipakai orang yang berperang.’ Ia melemparkannya, lalu aku mengambilnya. Perisai tersebut aku pakai untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Luka yang aku dapatkan hanyalah dari orang-orang berkuda. Seandainya mereka berjalan (tanpa tunggangan) seperti kami, niscaya kami dapat melukai mereka. Insya Allah.
Ketika seseorang berkuda datang lalu menebasku, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berteriak, ‘Wahai putera Ummu 'Umarah! Ibumu! Ibumu!’ Lalu puteraku membantuku menghadapi pria tersebut sehingga aku berhasil membunuhnya.’” [4] Pada hari itu Ummu 'Umarah Radhiyallahu 'anha terluka sebanyak 13 luka.
UMMUD DAHDAH : "JUAL BELIMU TELAH MENDAPAT KEUNTUNGAN"
Di antara wanita yang mengajarkan kepada kita dan mengajarkan wanita-wanita kita agar yakin kepada Allah dan berinfak di jalan-Nya adalah Ummud Dahdah. Mari kita dengar kisahnya bersama suaminya dan ketaatannya kepadanya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa ketika turun ayat ini:
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah)…” [Al-Baqarah: 245]
Abud Dahdah al-Anshari bertanya, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Beliau menjawab, “Ya.” Ia mengatakan, “Perlihatkan tanganmu kepadaku, wahai Rasulullah.” Ketika beliau mengulurkan tangannya kepadanya, ia mengatakan, “Sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun kepada Rabb-ku.” Ia mempunyai kebun yang di dalamnya terdapat 600 pohon kurma, dan Ummud Dahdah beserta keluarganya berada di dalamnya. Abud Dahdah datang dan memanggilnya, “Wahai Ummud Dahdah!” Ia menjawab, “Aku penuhi panggilanmu.” Ia mengatakan, “Keluarlah, sebab aku telah meminjamkannya kepada Rabb-ku Azza wa Jalla.” Dalam satu riwayat bahwa Ummud Dahdah berkata kepadanya, “Jual belimu telah mendapat keuntungan, wahai Abud Dahdah.” Lalu ia mengangkat darinya perabot dan anak-anaknya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Alangkah banyaknya pohon kurma yang lebat di Surga milik Abud Dahdah.” [5]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
"almanhaj.or.id"
Senin, Maret 24, 2008
Ramlah binti Abi Sufyan (Ummu Habibah)
Tiada pernah terlintas dalam pikiran Abu Sufyan bin Harab akan ada orang Quraisy yang berani keluar dari genggaman kekuasaannya, terutama mengenai soal-soal yang sangat prinsipil. Karena, dia penguasa dan pemimpin Mekkah. Segala peraturan yang digariskannya dilaksanakan dengan patuh.
Tetapi putrinya sendiri, Ramlah alias Ummu Habibah, telah mematahkan kekuasaan dan kepemimpinan tersebut secara terang-terangan. Ramlah keluar dari agama berhala yang dianut bapaknya, lalu dia dan suaminya, Ubaidillah bin Jahsy, beriman kepada Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, serta membenarkan kerasulan Nabi-Nya, Muhammad bin Abdullah. Abu Sufyan telah berupaya dengan segala kekuasaan dan kekuatan yang ada padanya untuk mengembalikan putrinya suami-istri ke agama nenek moyang mereka yang menyembah berhala. Tetapi, dia tidak pernah berhasil. Karena iman yang terhunjam ke dalam kalbu Ramlah sangat dalam dan terlalu kokoh untuk dapat dicabut atau digoyahkan oleh angin puting beliung dan badai kemarahan Abu Sufyan.
Abu Sufyan mendapat kesulitan besar karena Ramlah masuk Islam. Dia bingung bagaimana seharusnya menghadapi kaum Quraisy. Padahal, putrinya sendiri tidak dapat ditundukkannya di bawah kemauannya. Dan, bagaimana seharusnya menetapkan garis demarkasi antara Quraisy dan kaum muslimin pengikut Muhammad.
Tatkala kaum Quraisy mengetahui Abu Sufyan marah terhadap putrinya suami istri, mereka pun ikut-ikutan memarahi keduanya. Mereka malah bertindak mengejek, menghina, bahkan menyaikiti keduanya. Sehingga, akhirnya mereka berdua tidak betah tinggal di Mekkah.
Setelah Rasulullah SAW mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Habasyah, Ramlah dan anak perempuannya, Habibah, yang masih kecil, beserta suaminya, Ubaidillah bin Jahsy, termasuk rombongan yang pertama-tama hijrah. Mereka pergi meninggalkan kampung halaman, membawa iman dan agamanya ke bawah perlindungan Najasy, raja Habasyah.
Abu Sufyan bin Harb dan para pemimpin Quraisy lainnya merasa mendapat pukulan berat dengan lolosnya kaum muslimin dari tangan mereka. Karena di Habasyah kaum muslimin dapat menikmati kebebasan dan ketenteraman melaksanakan ajaran agama tanpa suatu gangguan. Lalu, dikirimnya suatu delegasi menghadap Najasyi untuk mempengaruhi raja tersebut, dan menuntut supaya menyerahkan kembali kepada Quraisy kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah. Mereka mengatakan kepada Najasyi, kaum muslimin menghina Isa Al-Masih dan ibunya dengan penghinaan yang menyakitkan.
Najasyi memanggil para pemimpin muhajirin, menanyakan kepada mereka hakikat ajaran Islam, terutama mengenai Isa Al-Masih dan ibunya, Maryam. Bahkan, raja meminta supaya dibacakan kepada baginda ayat-ayat Alquran yang telah diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Setelah hakikat Islam dan beberapa ayat Al-Qur'an dibacakan, Najasyi menangis bercucuran air mata hingga membasahi jenggotnya. Kemudian Najasyi berkata, "Agama yang diturunkan kepada Nabi kalian dan yang diturunkan kepada Isa Ibnu Maryam, kedua-duanya, berasal dari satu sumber."
Lalu, dia menyatakan dirinya beriman kepada Allah Yang Maha Esa yang tiada sekutu bagi-Nya, serta mengakui kenabian Muhammad SAW. Tetapi sayang, para pemimpin Habasyah lainnya masih enggan menerima Islam menjadi agama mereka, walaupun mereka dengan ikhlas melindungi kaum muslimin tinggal di Habasyah. Mereka tetap menganut agama Nasrani menjadi agama mereka.
Setelah tiba di Habasyah, Ummu Habibah optimis akan segera menikmati masa cerah, sesudah lama mengalami hari-hari nan suram. Perjalanan berat penuh kesulitan telah membawanya ke tempat yang aman. Namun, dia tidak tahu apa yang bakal terjadi di hadapannya.
Kebijakan Allah yang penuh barakah dan kebajikan menghendaki untuk menguji iman Ummu Habibah dengan ujian-ujian yang maha berat. Orang-orang pintar sekalipun sulit menebaknya. Kemudian, Allah mengeluarkannya dari ujian tersebut sebagai pemenang, dan akan menempatkannya di puncak tertinggi.
Pada suatu malam Ummu Habibah bermimpi dalam tidurnya. Dia melihat suaminya, Ubaidillah bin Jahsy, mendapat kecelakaan di lautan nan gelap dan bergelombang besar gulung-bergulung. Keadaannya sangat menghawatirkan. Ummu Habibah terbangun dari tidurnya dengan ketakutan. Namun, dia tidak menceritakan mimpinya kepada suami atau kepada siapa pun. Tidak lama kemudian mimpi itu terbukti benar. Suaminya, Ubaidillah bin Jahsy, murtad dari Islam, lalu masuk Nasrani. Kemudian dia terseret ke warung-warung minuman keras, sehingga dia menjadi pemabuk yang tidak kenal puas. Suaminya memberikan dua pilihan yang sama-sama pahit kepada istrinya, Ummu Habibah: cerai atau ikut menjadi orang Nasrani.
Ummu Habibah dengan tiba-tiba mendapati dirinya berada di tengah jalan bersimpang tiga. Pertama, memperkenankan ajakan suaminya yang dengan nyinyir mendesaknya masuk Nasrani. Dengan begitu dia murtad dari Islam, dan kembali kepada kehinaan dunia dan siksa akhirat. Dia telah bertekad tidak akan melakukan hal itu, sekalipun dagingnya akan habis disikat dari tulang belulangnya. Kedua, kembali ke rumah bapaknya di Mekah. Padahal, rumah bapaknya merupakan kubu pertahanan kaum musyrikin. Sudah pasti di sana dia dengan agamanya akan hidup tertindas. Ketiga, tetap tinggal di Habasyah seorang diri sebagai pelarian, tanpa famili, kampung halaman, dan tanpa ada yang membantu dan melindungi.
Ternyata Ummu Habibah memilih yang diridhai Allah dari segala-galanya. Dia memutuskan untuk tetap tinggal di Habsyah, sampai Allah memberi jalan keluar baginya.
Ummu Habibah tidak lama menunggu. Sesudah 'iddahnya habis dari suaminya yang tidak lama hidup setelah menjadi Nasrani, dia memperoleh jalan keluar. Tanpa diduga kebahagiaan datang mengunjunginya sambil menari-nari menggerakkan sayap yang bagaikan zamrud di atas rumahnya yang penuh duka.
Pada suatu hari nan cerah, pintu rumahnya diketuk orang. Setelah dibukakan, kiranya yang datang bertamu adalah Abrahah, ajudan khusus baginda Najasyi. Abrahah memberi hormat kepadanya dengan sopan santun dan muka manis, sambil meminta izin masuk. Ummu Habibah menyilakannya masuk penuh kekuatiran.
Kata Abrahah, "Baginda raja mengirim salam untuk Anda. Baginda bertitah, Muhammad Rasulullah melamar Anda untuk pribadinya. Beliau berkirim surat mewakilkan kepada baginda untuk melakukan akad nikahnya dengan Anda. Karena itu, tunjuklah wakil yang Anda sukai untuk melakukan akad nikah ini."
Ummu Habibah seperti hendak terbang kegirangan berteriak sambil berucap dengan suka cita, "Semoga Allah membahagiakan engkau dengan segala kebaikan ...," katanya kepada Abrahah. Mula-mula ditanggalkannya gelang tangan, kemudian gelang kaki, menyusul pula anting dan cincin. Seandainya Ummu Habibah memiliki perbendaharaan dunia, mungkin diberikannya semua kepada Abrahah ketika itu.
Kata Ummu Habibah, "Aku menunjuk Khalid bin Sa'id bin Ash mewakiliku. Karena, dialah keluarga terdekat bagiku."
Istana Najasyi terletak di tempat ketinggian berpohon-pohon yang berbaris rapi, menghadap ke sebuah taman Habasyah nan indah menawan. Dalam sebuah aula yang luas berhias ukiran dan lukisan elok, diterangi lampu-lampu cemerlang, berhamparkan permadani bulu yang indah, telah berkumpul wajah-wajah para sahabat yang bermukim di Habasyah. Di antaranya terdapat pemimpin-pemimpin seperti Ja'far bin Abi Thalib, Khalid bin Sa'id bin Ash, Abdullah bin Hudzafah as-Sahmy, dan lain-lain untuk menyaksikan upacara mulia dan suci, yaitu akad nikah Ummu Habibah binti Abu Sufyan dengan Muhammad Rasulullah SAW.
Setelah semua lengkap hadir, Najasyi muncul ke majelis. Baginda berkata, "Aku memuji Allah Yang Maha Qudus, Al-Mukminul Jabar, dan aku bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yang kerasulannya telah diberitakan oleh Isa Ibnu Maryam. Kemudian, bahwasanya Rasulullah SAW memintaku untuk mewakilinya dalam pernikahannya dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dengan maharnya empat ratus dinar emas, memenuhi sunah Allah dan Rasul-Nya!"
Baginda Najasyi mencurahkan uang dinar ke hadapan Khalid bin Sa'id bin Ash. Khalid berdiri dan berkata, "Segala puji bagi Allah; Aku memuji-Nya; memohon pertolongan-Nya; memohon ampun dan tobat kepada-Nya. Aku mengakui sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yang diutus dengan agama yang hak, mengatasi segala agama, sekalipun tidak disukai orang-orang kafir." Kemudian, selaku wakil dari Ummu Habibah aku penuhi permintaan Rasulullah SAW. Aku kawinkan beliau dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Semoga Allah melimpahkan barakah-Nya bagi perkawinan Rasulullah dengannya. Dan, semoga Ummu Habibah berbahagia dengan kebajikan yang telah ditetapkan Allah baginya."
Sesudah itu Khalid memungut uang yang tercurah di hadapannya, dan bermaksud hendak pergi, untuk menyampaikan uang tersebut kepada Ummu Habibah. Melihat Khalid hendak pergi, para sahabat yang lain berdiri hendak pergi bersama-sama dengan Khalid. Maka bertitah Najasyi, "Silahkan Tuan-Tuan duduk lebih dahulu. Telah menjadi sunah para nabi apabila melakukan upacara perkawinan, mereka mengadakan kenduri dan makan-makan ala kadarnya."
Najasyi menyilakan mereka makan, sesudah makan barulah mereka pergi. Kata Ummu Habibah, "Setelah uang mahar kuterima, maka kukirimkan kepada Abrahah yang menyampaikan berita gembira ini kepadaku sebanyak lima puluh mitsqal. Aku berkata kepadanya, "Telah kuberikan kepadamu segala perhiasanku ketika engkau menyampaikan berita gembira ini kepadaku. Sekarang aku tidak mempunyai harta lagi yang dapat kuberikan kepadamu selain uang ini."
"Tidak lama kemudian Abrahah datang kepadaku mengembalikan uang yang baru kuberikan kepadanya. Kemudian dikeluarkannya sebuah kotak yang bagus berisi perhiasan yang telah kuberikan kepadanya. Lalu, kotak itu diberikannya kepadaku." (Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah - Abdulrahman Ra'fat Basya.)
"KotaSantri.com"
Cinta Sejati Seorang Ibu terhadap Anak-anaknya

"Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang di ufuk barat ,Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, nescaya aku bunuh diriku."
Setelah Khansa memeluk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakan untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya diajar ilmu bersyair dna dididik berjuang dengan berani. Kemudian puteranya itu telah diserahkan untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan cabaran.
Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuan tentera Islam.
Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan ke medan perang, "Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan sukarela pula. Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah memburuk-burukkan saudara-maramu, aku tidak pernah merendahkan keturuna kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubungan kamu. Kamu telah tahu pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahwasaya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa.
Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang bermaksud, "Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga menjadi orang yang beruntung." Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bonda yang disayanginya.
Seterusnya Khansa berkata, "Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak, masuklah kamu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapat balasan di kampung yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal."
Subuh esoknya semua tentara Islam sudah berada di tikar sembahyang masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah iaitu solat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap-sedia sebaik saja semboyan perang berbunyi. Perang satu lawan satu pun bermula dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah .
Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bondanya, mereka tidak sedikit pun berasa takut. Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang dari mereka bersyair,
"Hai saudara-saudaraku! Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat. Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bernas dan berfaedah. Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi."
Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Seterusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh yang mencabar. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair,
"Demi Allah! Kami tidak akan melanggar nasihat dari ibu tua kami Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur mush-musuh bersama-sama Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah."
Anak Khansa yang ketiga pula segera melompat dengan beraninya dan bersyair,
"Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas tidak goncang Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri Dapatkan kemenangan yang bakal membawakegembiraan di dalam hati Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi."
Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair,
"Bukanlah aku putera Khansa', bukanlah aku anak jantan Dan bukanlah pula kerana 'Amru yang pujiannya sudah lama terkenal Kalau aku tidak membuat tentara asing yang berkelompok-kelompok itu terjunam ke jurang bahaya, dan musnah mangsa oleh senjataku."
Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat bundanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentara Islam pada mulanya kebingungan dan kacau kerana pada mulanya tentera Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan hadapan, sementara tentera berjalan kaki berlindung di belakang binatang tahan lasak itu. Namun tentara Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi yang lannya. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka. Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya mereka lari lintang-pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Farsi kalah teruk, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri.
Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentara Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan daripada 7,000 orang syuhada itu terbujur empat orang adik-beradik Khansa. Seketika itu juga ramailah tentara Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahwa keempat-empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan,
"Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka, dan aku mengahrapkan darii Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!"
Al-Khansa kembali semula ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat-mayat puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperangan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehormatan 'Ummu syuhada yang artinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid."
"kotasantri.com"